10 Muharram Antara Sejarah Dan Keutamaannya
Oleh : Doni Wisnu N
1. Sejarah Tahun Baru Islam
Bulan
Muharram adalah salah satu dari empat bulan haram atau bulan yang
dimuliakan Allah. Empat bulan tersebut adalah bulan Dzulqa’dah,
Dzulhijjah, Muharram dan Rajab.
“Sesungguhnya jumlah bulan di
kitabullah (Al Quran) itu ada dua belas bulan sejak Allah menciptakan
langit dan bumi, empat di antaranya adalah bulan-bulan haram” (QS. At
Taubah: 36)
Kata Muharram artinya “dilarang”. Sebelum datangnya
ajaran Islam, bulan Muharram sudah dikenal sebagai bulan suci dan
dimuliakan oleh masyarakat Jahiliyah. Pada bulan ini dilarang untuk
melakukan hal-hal seperti peperangan dan bentuk persengketaan lainnya.
Kemudian
ketika Islam datang kemuliaan bulan haram ditetapkan dan dipertahankan
sementara tradisi jahiliyah yang lain dihapuskan termasuk kesepakatan
tidak berperang.
Bulan Muharram memiliki banyak keutamaan, sehingga
bulan ini disebut bulan Allah (Syahrullah). Beribadah pada bulan haram
pahalanya dilipatgandakan dan bermaksiat di bulan ini dosanya
dilipatgandakan pula.
Muharram adalah bulan pertama dalam hitungan
kalender Islam, atau lebih terkenal dengan "tahun Hijriah". Berbeda
dengan tahun Masehi yang dihitung berdasarkan perputaran Bumi terhadap
Matahari, tahun Hijrian dihitung berdasarkan perputaran Bulan terhadap
Bumi. Satu bulan terdiri atas 29 atau 30 hari, dan satu tahun terdiri
atas 12 bulan.
Sesuai dengan namanya, Hijriyah yang berarti hijrah
atau berpindah, hitungan "1" kalender Islam dimulai ketika Rasulullah
hijrah dari Makkah ke Madinah. Ini bertepatan pada hari Jumat 16 Juli
622 Masehi - Usia Rasul saat itu sekitar 53 tahun. Rasulullah hijrah
sesuai dengan perintah Allah, yang salah satu analisisnya adalah
menyelamatkan kaum muslimin dari siksaan kaum kafir di kota Makkah.
Sebelumnya, sebagian besar kaum muslimin sudah hijrah terlebih dahulu
dan tidak mendapatkan rintangan dari kaum kafir - kelak mereka disebut
kaum Muhajirin, yaitu kaum yang hijrah. Di dalam rombongan itu tedapat
Umar bin Khatab r.a., yang dengan lantang dan gagahnya berkata, "Ini
Umar hendak hijrah, siapa yang ingin istrinya menjanda dan anaknya yatim
karena ingin menghalangi Umar silakan maju!"
Penggunaan sistem
perhitungan Islam belum dilakukan di masa Rasulullah SAW masih hidup.
Juga tidak dilakukan di masa khalifah pertama, Abu Bakar Ash-Shiddiq ra.
Secara singkat sejarah digunakannya sistem perhitungan tahun Islam
bermula sejak kejadian di masa Umar bin Al-Khattab ra. Salah satu
riwayat menyebutkan yaitu ketika khalifah mendapat surat balasan yang
mengkritik bahwa suratnya terdahulu dikirim tanpa angka tahun. Beliau
lalu bermusyawarah dengan para shahabat dan singkat kata, mereka pun
berijma’ untuk menjadikan momentum tahun di mana terjadi peristiwa
hijrah nabi sebagai awal mula perhitungan tahun dalam Islam.
Sedangkan
sistem kalender qamariyah berdasarkan peredaran bulan konon sudah
dikenal oleh bangsa Arab sejak lama. Demikian juga nama-nama bulannya
serta jumlahnya yang 12 bulan dalam setahun. Bahkan mereka sudah
menggunakan bulan Muharram sebagai bulan pertama dan Zulhijjah sebagai
bulan ke-12 sebelum masa kenabian.
Sehingga yang dijadikan titik
acuan hanyalah tahun dimana terjadi peristiwa hijrah Nabi SAW. Bukan
bulan dimana peristiwa hijrahnya terjadi. Sebab menurut riwayat beliau
dan Abu Bakar hijrah ke Madinah pada bulan Sya’ban, atau bulan Rabiul
Awwal menurut pendapat yang lain, tapi yang pasti bukan di bulan
Muharram. Namun bulan pertama dalam kalender Islam tetap bulan Muharram.
Penting
untuk dicatat disini adalah pilihan para shahabat menjadikan peristiwa
hijrah nabi sebagai titik tolak awal perhitungan kalender Islam. Mengapa
bukan berdasarkan tahun kelahiran Nabi SAW? Mengapa bukan berdasarkan
tahun beliau diangkat menjadi Nabi? Mengapa bukan berdasarkan tahun
Al-Qur’an turun pertama kali? Mengapa bukan berdasarkan tahun terjadinya
perang Badar? Mengapa bukan berdasarkan tahun terjadinya pembebasan
kota Mekkah? Mengapa bukan berdasarkan tahun terjadinya haji Wada’
(perpisahan) dan mengapa bukan berdasarkan tahun meninggalnya Rasulullah
SAW?
Jawabannya adalah karena peristiwa hijrah itu menjadi momentum
di mana umat Islam secara resmi menjadi sebuah badan hukum yang
berdaulat, diakui keberadaannya secara hukum international. Sejak
peristiwa hijrah itulah umat Islam punya sistem undang-undang formal,
punya pemerintahan resmi dan punya jati diri sebagai sebuah negara yang
berdaulat. Sejak itu hukum Islam tegak dan legitimate, bukan aturan liar
tanpa dasar hukum. Dan sejak itulah hukum qishash dan hudud seperti
memotong tangan pencuri, merajam/mencambuk pezina, menyalib pembuat
huru-hara dan sebagainya mulai berlaku. Dan sejak itulah umat Islam bisa
duduk sejajar dengan negara/kerajaan lain dalam percaturan dunia
international.
Keutamaan 10 Muharram
Bagi orang Syiah 10
Muharram adalah peristiwa yang tidak dapat mereka lupakan dan mereka
menganggap sebagai hari agung yang wajib diperingati setiap tahunnya,
tanggal 10 Muharram 61 H atau tanggal 10 Oktober 680 merupakan hari
pertempuran Karbala yang terjadi di Karbala, Iraq sekarang. Pertempuran
ini terjadi antara pasukan Bani Hasyim yang dipimpin oleh Husain bin Ali
beranggotakan sekitar 70-an orang melawan pasukan Bani Umayyah yang
dipimpin oleh Ibnu Ziyad, atas perintah Yazid bin Muawiyah, khalifah
Umayyah saat itu.
Pada hari itu hampir semua pasukan Husain bin Ali,
termasuk Husain-nya sendiri syahid terbunuh, kecuali pihak perempuan,
serta anak Husain yang sakit bernama Ali bin Husain. Kemudian oleh Ibnu
Ziyad mereka dibawa menghadap Khalifah di Damaskus, dan kemudian yang
selamat dikembalikan ke Madinah.
Sebelum Islam datang, Hari Asyura
sudah menjadi hari peringatan dimana beberapa orang Mekkah biasanya
melakukan puasa. Ketika Nabi Muhammad melakukan hijrah ke Madinah, ia
mengetahui bahwa Yahudi di daerah tersebut berpuasa pada hari Asyura -
bisa jadi saat itu merupakan hari besar Yahudi Yom Kippur . Saat itu,
Muhammad menyatakan bahwa Muslim dapat berpuasa pada hari-hari itu.
Asyura merupakan peringatan hal-hal di bawah ini dimana Muslim, khususnya Sunni percaya terjadi pada tanggal 10 Muharram.
· Bebasnya Nabi Nuh dan ummatnya dari banjir besar.
· Nabi Ibrahim selamat dari apinya Namrudz.
· Kesembuhan Nabi Yakub dari kebutaan dan ia dibawa bertemua dengan Nabi Yusuf pada hari asyura.
· Nabi Musa selamat dari pasukan Fir'aun
· Nabi Isa diangkat ke surga setelah usaha Roma untuk menangkap dan menyalibnya gagal.
Sahabat bertanya; Ya, Rasulullah, Allah telah melebihkan hari Assyuuraa' dari lain-lain hari. Jawab Rasulullah: Benar!.
· Allah telah menjadikan langit dan bumi pada hari Assyuuraa'.
· dan menjadikan Adam juga Hawa pada hari Assyuuraa';
· dan menjadikan Syurga serta memasukkan Adam di syurga pada hari Assyuuraa';
· dan Allah menyelamatkan dari api neraka pada hari Assyuuraa';
· dan menenggelamkan Fir'aun pada hari Assyuuraa';
· dan menyembuhkan bala Nabi Ayyub pada hari Assyuuraa'
· dan Allah memberi taubat kepada Adam pada hari Assyuuraa';
· dan diampunkan dosa Nabi Daud pada hari Assyuuraa';
· dan juga kembalinya kerajaan Nabi Sulaiman pada hari Assyuuraa';
· dan akan terjadi Qiyamat pada hari Assyuuraa'
Abul-Laits meriwayatkan dengan sanadnya dari Ikrimah berkata;
Hari
Assyuuraa' ialah hari diterimanya taubatnya Nabi Adam. Dan hari itu
pula hari turunnya Nabi Nuh dari perahunya. Maka ia berpuasa syukur;
dan ia pula hari tenggelamnya Fir'aun dan terbelahnya laut bagi Nabi
Musa a.s. dan Bani Israil. Maka mereka berpuasa; kerana itu jika
dapat; engkau berpuasalah pada hari Assyuuraa'. Dinamakan Assyuuraa'
kerana ia jatuh pada sepuluh bulan Muharram.
Ada lain pendapat yang mengatakan hari Assyuuraa' kerana Allah telah memuliakan pada Nabi-nabi dengan sepuluh kehormatan;
1. Allah telah menerima taubat Nabi Adam a.s.
2. Allah menaikkan darjat Nabi Idris a.s.
3. Hari berlabuhnya perahu Nabi Nuh a.s.
4. Nabi Ibrahim a.s dilahirkan pada hari Assyuuraa' dan diangkatkan sebagai kholilulLah juga diselamatkan dari api.
5. Allah menerima taubat Nabi Daud a.s.
6. Allah mengangkat Nabi Isa a.s. ke langit
7. Allah menyelamatkan Nabi Musa a.s.
8. Allah menenggelamkan Fir'aun
9. Allah mengeluarkan Nabi Yunus dari perut ikan
10. Allah mengembalikan kerajaan Nabi Sulaiman a.s.
Semua
ini terjadi pada hari Assyuuraa' . Sebahagian lain berpendapat,
dinamakan hari Assyuuraa' kerana ia kesepuluh dari kemulian-kemulian
yang diberikan Allah pada umat ini.
Pada bulan ini juga tepatnya,
tanggal 10 Muharram Allah menyelamatkan nabi Musa as dan Bani Israil
dari kejaran Firaun. Mereka memuliakannya dengan berpuasa. Kemudian
Rasulullah SAW menetapkan puasa pada tanggal 10 Muharram sebagai
kesyukuran atas pertolongan Allah SWT.
Masyarakat Jahiliyah
sebelumnya juga berpuasa. Puasa Muharram tadinya hukumnya wajib,
kemudian berubah jadi sunnah setelah turun kewajiban puasa Ramadhan.
Rasulullah SAW bersabda: “Dari Ibu Abbas ra, bahwa Nabi SAW, ketika
datang ke Madinah, mendapatkan orang Yahudi berpuasa satu hari, yaitu
‘Asyuraa (10 Muharram). Mereka berkata, “Ini adalah hari yang agung
yaitu hari Allah menyelamatkan Musa dan menenggelamkan keluarga Firaun.
Maka Nabi Musa as berpuasa sebagai bukti syukur kepada Allah SWT.
Rasulullah SAW, berkata, “Saya lebih berhak mengikuti Musa as. Daripada
mereka.” Maka beliau berpuasa dan memerintahkan (umatnya) untuk
berpuasa”. (HR. Bukhari)
Dari Ibnu Abbas r.a. katanya, ketika Nabi
s.a.w. tiba di Madinah, Baginda melihat orang yahudi berpuasa pada hari
asyura. Nabi pun bertanya, "Hari apa ini ?". Jawab mereka, "Hari ini
ialah hari yang baik. Pada hari ini Allah melepaskan Bani Israil dari
musuh mereka, kerana itu Nabi Musa
berpuasa kerananya". Sabda Nabi,
"Aku lebih berhak daripada kamu dengan Musa". Oleh itu Nabi berpuasa dan
menyuruh orang lain berpuasa pada hari asyura.(Sahih Bukhari)
Rasulullah
s.a.w. bersabda; "Berpuasa kamu pada hari ke sembilan dan sepuluh
Muharam dan jangan meniru cara orang-orang Yahudi." - Riwayat Al
Baihaqi
Selain keutamaan demi keutamaan yang telah disebutkan di
atas, mungkin disebagian masyarakat lazim dan mengenal istilah bulannya
yatim, yaitu menyelenggarakan sebuah acara dimana mereka memberikan
santunan kepada para anak yatim di hari yang telah ditentukan dalam
setiap tahun baru muharram, yaitu antara 9 dan 10 Muharram setiap
tahunnya. Ada kesan lain yang patut disoroti dari perayaan tahun baru
anak yatim diwajibkannya untuk memuliakan anak yatim, menanggung
kehidupannya, menyayanginya, dan segala amal kebaikan yang menyenangi
anak Yatim maka ia akan mendapatkan ganjaran seperti dalam hadist
sebagaimana yang diriwayatkan oleh Al Imam Bukhari dari jalan Abu
Hurairah, dimana Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan: “
Orang yang menanggung anak yatim baik anak yatim itu ada hubungan famili
maupun tidak, maka saya dan orang yang menanggungnya seperti dua jari
ini di dalam surga.”, Malik bin Anas perawi hadist itu mengatakan,
Rasulullah memberi isyarat dengan jari telunjuk dan jari tengah.
Terhadap anak yatim pula kita sebagai muslim dilarang menghardiknya (QS.
Adh Dhuha (93) : 9), dan dalil-dalil lainnya yang memiliki kaitannya
dengan muamalah terhadap anak yatim.
Abul-Laits Asssamarqandi
meriwayatkan dengan sanadnya dari Ibnu Abbas r.a berkata: Nabi SAW.
bersabda; “Barangsiapa yang berpuasa pada hari Assyuuraa' yakni 10
Muharram, maka Allah akan memberikan kepadanya pahala 10,000 malaikat;
dan barangsiapa yang puasa pada hari Assyuuraa', maka akan diberikan
pahala 10, 000 orang Haji dan Umrah, dan 10, 000 orang mati syahid;
dan siapa yang mengusap kepala anak yatim pada hari Assyuuraa', maka
Allah akan menaikkan dengan rambut satu darjat. Dan barangsiapa yang
memberi buka puasa orang mukmin yang berpuasa pada hari Assyuuraa',
maka seoleh-oleh memberi buka puasa semua umat Muhammad SAW. dan
mengenyangkan perut mereka”.
Tentu kita tidak akan melewatkan
kesempatan demi kesempatan yang diberikan oleh Allah untuk mencari
kebaikan sebanyak-banyaknya dari bulan Muharram ini, termasuk memuliakan
anak yatim sebagai wujud kepedulian sosial kita kepada anak yatim, dan
tentu hendaknya bukan hanya pada bulan Muharram saja kita peduli pada
mereka, dibulan-bulan berikutnya selayaknya kita tetap menyantuni
anak-anak yang tak mampu, karena apalah artinya kita mengagung-agungkan
bulan Muharram sebagai bulan yatim tapi ketika Muharram habis, kita
tidak memperdulikan dan bersikap acuh serta seolah-oleh tutup telinga
terhadap mereka.